Korupsi Pengembangan Pelabuhan Batu Ampar, Negara Rugi Rp30,6 Miliar

BATAM – Polda Kepulauan Riau (Kepri) telah menangkap tujuh tersangka dalam kasus korupsi yang terjadi pada proyek revitalisasi Pelabuhan Batu Ampar tahun anggaran 2021–2023. Hasil audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menunjukkan bahwa kerugian negara mencapai sebesar Rp30,6 miliar akibat tindakan tidak terpuji tersebut.
Kapolda Kepri Irjen Asep Safrudin menjelaskan bahwa proses penyelidikan kasus ini berlangsung sejak 2024 hingga awal 2025, baru kemudian ditingkatkan ke tahap penyidikan. "Selama penyelidikan, penyidik telah memeriksa 146 orang saksi, termasuk saksi ahli dari BPK," katanya, Jumat (3/10/2025) di Batam.
Dari hasil pemeriksaan, penyidik menetapkan tujuh orang sebagai tersangka. Mereka antara lain:
- AMU selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)
- IMA selaku kuasa Konsorsium KSO PT MUS, PT DRB, dan PT ITR
- IMS selaku Komisaris PT ITR
- ASA selaku Direktur Utama PT MUS
- AH selaku Direktur Utama PT DRB
- IRS selaku Direktur Utama PT TOJ yang bertindak sebagai konsultan perencana
- NVU yang terlibat sebagai bagian dari penyedia pada PT MUS, PT DRB, dan PT ITR dalam konsorsium KSO
Direktur Krimsus Polda Kepri Kombes Silvester Mangombo mengungkapkan modus operandi para tersangka meliputi mark-up volume pekerjaan, laporan fiktif pengerukan dan pasangan batu kosong, serta pengalihan dana proyek untuk kepentingan pribadi.
"Modus pertama, tersangka IMA selaku penerima kuasa KSO dari penyedia dan kepala cabang PT MUS tidak melaksanakan pekerjaan sebagaimana kontrak. Dalam laporan pekerjaan, ditemukan adanya markup volume serta laporan fiktif terkait pengerukan dan pasangan batu kosong," ujarnya.
Sementara itu, tersangka IMS selaku Komisaris PT ITR juga tidak melaksanakan pekerjaan sesuai kontrak. Uang yang seharusnya digunakan untuk pelaksanaan proyek justru dikelola dan dikendalikan oleh IMS untuk kepentingan pribadi.
"Tersangka ASA selaku Dirut PT MUS dan AH selaku Dirut PT DRB hanya menerima fee dari IMS sebesar 1,5% dari nilai kontrak, yaitu sekitar Rp1,014 miliar," kata Silvester.
Selain itu, tersangka AMU selaku PPK diduga lalai dalam mengendalikan kontrak dan pekerjaan. Hal ini memungkinkan adanya markup volume dan laporan fiktif tanpa pengawasan ketat.
"Tersangka IRS yang merupakan konsultan perencana diduga memberikan data rahasia kepada penyedia KSO melalui NFU. Atas perbuatannya, IRS menerima imbalan Rp500 juta, sedangkan NFU memperoleh Rp1 miliar dari IMS," tambahnya.
"Total kerugian negara yang dihitung BPK mencapai Rp30,6 miliar, dana ini seharusnya digunakan untuk pembangunan pelabuhan, namun sebagian besar justru mengalir ke kantong pribadi tersangka," katanya lagi.
Penyidik juga mengamankan sejumlah barang bukti berupa dokumen kontrak, laporan keuangan, surat kerja sama operasional, komputer, logam mulia seberat 68,89 gram dan 85 gram, uang tunai Rp212,7 juta, serta mata uang valuta asing sebesar US$1.350.
Tujuh tersangka ditangkap di tiga lokasi berbeda, yakni Jakarta, Bali, dan Batam. Mereka ditahan di Rutan Polda Kepri.
Kasus ini mendapat perhatian besar karena proyek revitalisasi Pelabuhan Batu Ampar merupakan bagian dari upaya pemerintah memperkuat infrastruktur logistik Batam sebagai kawasan perdagangan dan industri internasional.
Skandal ini dikhawatirkan dapat merusak kepercayaan investor, mengingat Batam tengah gencar mendorong percepatan investasi di sektor pelabuhan, logistik, dan industri maritim.
Dengan ditetapkannya tujuh tersangka, Polda Kepri menegaskan akan terus mengusut hingga tuntas guna memulihkan kepercayaan publik sekaligus memastikan proyek strategis nasional di Batam tidak lagi terhambat oleh praktik korupsi.